JAKARTA - Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berharap kasus tersendatnya
pencairan tunjangan profesi pendidik (TPP) mulai kurun 2010 hingga 2013
tidak terulang lagi. Mereka meminta inspektorat daerah aktif dalam
mengawal pencairan TPP itu.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud
Haryono Umar menuturkan bahwa anggaran untuk membayar TPP guru PNS
daerah berbentuk dana transfer daerah.
“Uangnya tidak ada di Kemendikbud,”
paparnya kemarin. Dengan skema tersebut, Haryono mengatakan, peran
pengawasan dari Kemendikbud terbatas.
Seperti diberitakan Jawa Pos Minggu
(23/3), Kemendikbud menerima laporan final audit tunggakan pembayaran
TPP dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan). Hasilnya, uang
TPP yang mengendap mencapai Rp 6,06 triliun. Selain itu, ada kasus
kekurangan pembayaran sebesar Rp 4,31 triliun.
Mendikbud Mohammad Nuh menjelaskan,
seretnya pencairan TPP disebabkan beberapa faktor. Di daerah tertentu,
pencairan TPP terhenti karena memang dananya kurang. Jumlah total
kekurangan tersebut mencapai Rp 4,31 triliun. Selain itu, ada uang TPP
yang mengendap dalam bentuk silpa (sisa lebih penggunaan anggaran).
Nominalnya Rp 6,06 triliun.
Haryono yang pernah menjadi pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan, peran pengawasan
sentral justru ada di jajaran pemkab atau pemkot. Dia menuturkan, setiap
pemkab atau pemkot memiliki inspektorat daerah yang bertugas sebagai
pengawas internal.
“Kami berharap mulai tahun ini peran
inspektorat daerah dalam urusan pencairan TPP ini bisa lebih aktif. Ada
laporan berkala ke pemerintah pusat tentang progres pencairannya,” kata
dia. Sebab, banyak keputusan penundaan
pencairan TPP yang dilakukan di tingkat daerah. Artinya, Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) sudah mencairkan uangnya, tetapi setelah di pemda
atau pemkot menjadi tertahan.
Kemendikbud sudah memetakan sejumlah
persoalan yang mengakibatkan pencairan TPP macet di pemda atau pemkot.
Contohnya adalah dana yang diterima dari Kemenkeu tidak cukup. Kok bisa?
Umumnya setiap tahun guru PNS mendapatkan kenaikan gaji pokok.
Sementara itu, besaran TPP yang dialokasikan senilai gaji pokok tahun
sebelumnya.
Nah, karena anggaran TPP yang diterima
dari Kemenkeu berbeda dengan gaji pokok yang berlaku, pemkab atau pemkot
memilih tidak mencairkannya. Kasus lain penyebab pencairan TPP macet
adalah adanya beberapa guru PNS yang tidak mendapatkan alokasi TPP,
padahal secara administrasi memenuhi kriteria. Daripada menimbulkan
gejolak di antara guru, pemkab atau pemkot memilih tidak mencairkan
secara keseluruhan.
Namun, Haryono mengatakan, pelaksanaan
pengawasan oleh inspektorat dearah selama ini belum efektif. Dia
mengatakan, banyak kendala yang dialami inspektorat daerah. Di
antaranya, keterbatasan dana, kurangnya sumber daya manusia (SDM), dan
tidak independennya jajaran inspektorat daerah. Mereka umumnya masih
bisa didikte kepala daerah atau bahkan kepala satuan kerja perangakat
daerah (SKPD).
Haryono mengatakan, Kemendikbud berupaya
keras untuk mengawasai dana transfer daerah yang selama ini sering
lolos dari pengawasan. Awal April nanti Itjen Kemendikbud berkoordinasi
dengan KPK untuk mematangkan konsep pengawasan anggaran fungsi
pendidikan yang masuk kategori dana transfer daerah.
“Kami ingin pencairan TPP periode 2014 ini lancar. Sebab, uang itu semua hak guru,” jelasnya.
Selain itu, dia mengatakan, penerbitan
SK (surat keputusan) pencairan TPP harus tepat supaya tidak ada unsur
memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara. Saat ini
pemberkasan SK pencairan TPP untuk guru PNS maupun non-PNS masih
berjalan di Kemendikbud. (wan/c10/kim)
www.jpnn.com/pendidikan
No comments:
Post a Comment