JAKARTA - Kementerian
Agama masih punya utang Rp 4,7 triliun dalam pembayaran gaji guru yang
berada dibawah instansinya. Jumlah ini meningkat Rp 1,6 triliun setelah
diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kami mengajukan Rp 3,1 triliun. Namun
setelah diaudit BPKP menjadi Rp 4,7 triliun," ungkap Kepala Humas
Kemenag, Zubaidi saat ditemui di Jakarta, kemarin.
Lamanya pembayaran ini diduga karena
kelalaian pihak Kemenag dalam mengurus administrasi mereka. Tapi hal itu
langsung dibantah oleh Zubaidi. Ia mengatakan, kondisi ini bukan hanya
dialami oleh Kemenag tapi juga instalasi lain karena memang pencairan
uang harus melalui proses yang sama.
Saat ini, pencarian dana Rp 4,7 triliun
itu masih belum bisa dipastikan kapan dilakukan. Zubaidi hanya bisa
berjanji, pembayaran akan tuntas diberikan tahun 2014 ini.
"Sudah kita ajukan. Tapi APBNP kan baru keluar Juni-Juli. Tapi target kami tahun ini akan dibayar semua," katanya.
Lambatnya pencairan dana ini juga
ditengarai karena tidak ditemukannya titik temu antara Kemenag dan
mitranya di DPR. Sebab meski Kemenag menjadi pengambil keputusan akhir,
DPR juga harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini juga yang membuat pencarian gaji
guru oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkadang
lebih cepat. "Mitra di DPR (komisi VIII) juga kadang berpengaruh,"
ujarnya.
Zubaidi menjelaskan, meski tak selalu
memperlambat, namun seringkali alotnya kesepakatan di DPR sangat
mempengaruhi pembayaran ini. Adapun kondisi lain yang juga membuat
lambatnya pembayaran gaji guru yaitu, keuangan yang masih dibintangi
karena diduga bermaslah sebelumnya, tanda tangan berkas-berkas yang
belum lengkap dan adanya aplikasi-aplikasi baru yang diterapkan.
Tak ingin terlihat lebih lambat
dibanding Kemendikbud, Zubaidi meminta agar dipastikan apakah pembayaran
dari Kemendikbud benar-benar telah sampai pada tiap guru atau baru
hanya akan dikeluarkan kepada pemerintah daerah.
"Dicairkan atau ditransfer. Coba dipastikan. Karena kita kondisinya sama," tandasnya. (mia)
sumber: www.jpnn.com/pendidikan
No comments:
Post a Comment