Federasi
Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi keputusan Mendikbud, Anis
Baswedan yang menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 (K-13) di sebagian
besar sekolah nasional. Namun, FSGI mengkritik keras keberlanjutan
pelaksanaan K-13 di 6.000 lebih sekolah lainnya.
FSGI menilai, pelaksanaan K-13 di
sejumlah sekolah adalah keputusan yang salah. Sebab menurut mereka
sedari awal Konsep K-13 sudah salah. Apalagi, kriteria sekolah yang
menerapkan K-13 hanya yang berakreditasi A dan eks RSBI.
"6.000 lebih sekolah yang dipaksa
melaksanakan K-13, dan ada kriteria khusus. Ini kan dikorbankan.
Seharusnya tidak ada kriteria bagus atau tidak. Kalau ada kriteria
seperti itu, maka hanya ada 25 persen sekolah yang memenuhi 8 standar
minimal yang bisa menerapkan itu. Lalu sekolah yang lain bagaimana?"
tandas Doni Koesoema, anggota Dewan Pertimbangan FSGI, kepada wartawan
usai jumpa pers di gedung LBH Jakarta, Minggu (7/12).
Dia menegaskan, kurikulum harus didesain
untuk seluruh sekolah Indonesia, tidak boleh hanya untuk sekolah yang
berstandar baik saja. Justru, katanya, kurikulum yang bagus itu,
diterapkan di sekolah yang berkualitas rendah.
Untuk itu, Doni menyayangkan keputusan
pemerintah yang terus memaksakan penerapan K-13 di sejumlah sekolah.
Karena, menurutnya, K-13 sendiri bermasalah. Jika terus dipaksakan akan
menimbulkan persoalan lain.
"Kalau kita melaksanakan K-13, ibarat
K-13 makanan busuk kalau dikasih anak yang sakit cepat mati dia. Kalau
anak sehat, satu dua hari mungkin masih bertahan hari ketiganya mati
dia. Jadi, gizi kurikulum diperbaiki konsep fundamental K-13 harus
diperbaiki," terangnya.
Doni menambahkan selain persoalan
kurikulum yang menjadi salah satu faktor penting dalam dunia pendidikan,
seharusnya pemerintah tak melupakan faktor lain yang lebih penting.
Seperti akses keterjangkauan sekolah dan guru, serta terus melakukan
evaluasi. "Jadi, kurikulum tidak ada gunanya kalau tidak ada evaluasi,"
katanya.
Hal senada dinyatakan Ketua Serikat Guru
Kota Batam, Noor Muhammad. Dengan tetap melaksanakan K-13 di sebagian
sekolah, merupakan kesalahan yang fatal. Sebab K-13 sendiri bermasalah.
Selain itu, Pelaksanaan K-13 dinilainya akan mengorbankan murid dan
sekolah, lantaran ketidaksiapan unsur sekolah dalam mengimplementasikan
K-13.
"Jadi, konsep K-13 nya sendiri yang
bermasalah. Jika praktek kurikulum 2013 terus dilanjutkan, korbannya
adalah siswa, guru dan sekolahnya. Apalagi kriteria sekolah yang
menerapkan yang berakreditasi A dan eks RSBI, karena ini representasi
yang kurang tepat untuk menggambarkan sekolah di Indonesia. Seharusnya
ada sampel sekolah lainnya," ujar Noor.
Lagipula, lanjutnya, ketidaksiapan guru untuk menerapkan K-13 tercermin dari sejumlah keluhan guru saat mengikuti pelatihan.
"Para guru masih bingung meski sudah
dilatih. Proses pelatihan mirip seminar. Instruktur hanya bermodalkan
satu buah flashdisk berisi powerpoint, kemudian guru disuruh buat
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sendiri dan di presentasikan
secara simpel," kata Gunawan, Ketua SGI Purbalingga, bercerita.
sumber: jpnn.com
No comments:
Post a Comment